Media sosial kini bukan sekadar alat komunikasi, melainkan arena utama pembentukan opini publik. Di era digital, Twitter, Instagram, Facebook, hingga TikTok punya kekuatan luar biasa dalam memengaruhi sudut pandang dan sikap masyarakat terhadap isu-isu tertentu.
Opini Publik Terbentuk dalam Sekejap
Media sosial bekerja dengan kecepatan tinggi. Sebuah video, pernyataan tokoh, atau potongan berita bisa viral hanya dalam hitungan menit dan langsung menjadi bahan perbincangan luas. Tagar (hashtag) bisa menjadi indikator kuat bagaimana opini publik terbentuk secara kolektif.
Contohnya, kampanye #BlackLivesMatter atau #JusticeForXYZ menjadi bukti nyata bahwa media sosial mampu menyuarakan aspirasi, menyatukan solidaritas, hingga menekan pengambil kebijakan. Di Indonesia, isu-isu seperti RUU KUHP, kelangkaan minyak goreng, hingga peristiwa sosial kerap dibahas dan “diadili” di linimasa sebelum dibahas resmi di ruang publik formal.
Algoritma: Menguatkan atau Menyempitkan Pandangan?
Di balik kenyamanan scroll dan like, algoritma media sosial juga punya peran besar. Ia menampilkan konten sesuai preferensi pengguna, yang sayangnya bisa menciptakan filter bubble, di mana seseorang hanya terpapar pandangan serupa terus-menerus. Akibatnya, dialog lintas sudut pandang makin jarang terjadi dan polarisasi pun tak terhindarkan.
Siapa yang Paling Berpengaruh?
Influencer, selebritas, dan akun-akun besar memiliki pengaruh kuat dalam membentuk opini. Sekali mereka bersuara soal isu tertentu, efek domino bisa terjadi yakni, adanya ribuan komentar, reaksi, hingga tekanan publik. Namun, kekuatan ini juga bisa jadi bumerang jika digunakan tanpa tanggung jawab atau disalahgunakan untuk menyebarkan hoaks dan disinformasi.
Literasi Digital: Kunci Kritis di Tengah Banjir Informasi
Karena setiap orang kini bisa jadi “jurnalis dadakan”, penting bagi pengguna media sosial untuk memiliki literasi digital. Ini mencakup kemampuan memilah informasi, memahami konteks, serta mengecek sumber sebelum menyimpulkan atau menyebarkan sebuah isu.
Media sosial bukan lagi sekadar platform hiburan. Ia telah menjelma menjadi kekuatan politik dan sosial yang membentuk opini publik dalam skala masif. Di tangan pengguna yang bijak, media sosial bisa menjadi alat perubahan. Tapi di tangan yang salah, ia bisa memecah belah dan memicu konflik.(ri)